Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2009

tukang ojekpun ingin mahir it

sira temon,...... ups lampunya mati, ups ndak kuat besaok sambung lagi

Instrospeksi diri, memupuk rasa malu

Gambar
MEMUPUK RASA MALU Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan mempunyai norma dan etika yang tinggi. Bahkan bangsa ini termasuk ke dalam katagori bangsa yang mempunyai peradaban tinggi, terlihat dari muamalah yang dilakukan masyarakatnya yang mempunyai tradisi dan kebudayaan daerah yang berbeda-beda. Mereka mampu hidup rukun, damai, penuh rasa saling menghargai dan toleransi. Gejolak yang ada sebenarnya hanya bersumber dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akibat ulah beberapa oknum dari masyarakat dan atau pejabat sebagai aparatur negara, sebagai contoh: ketika ketidakmampuan membeli hadir dibeberapa keluarga dari masyarakat Indonesia hal ini dapat disebabkan oleh tidak tersedianya kesempatan bekerja di industri dan atau lainnya, tidak tersedianya lapangan kerja akan menyebabkan tidak adanya penerimaan upah dan atau hasil dari usahanya, tidak adanya penerimaan upah maka akan tidak ada nilai ekonomi secara nominal yang mereka miliki dan pada akhirnya menimbulkan ketidakma

ambivalensi manajemen pelayanan kesehatan

Mutu Pelayanan Kesehatan; Ambivalensi Antara Kewajiban dan Keinginan (antara penyelenggara dan pemilik) Jonirasmanto, SKM, MKES* Setelah membaca berita “RUMAHSAKIT HARUS BERBENAH” dan “RSD ABUNDJANI BANTAH ABAIKAN FASILITAS” di koran RADAR SARKO saya sebagai manusia kesehatan dengan ini menyampaikan pemikiran yang mungkin mengundang tanya atau pertanyaan lagi. Dan barangkali ini hanya merupakan materi pencerahan yang semoga bermanfaat. Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya kritikan dan keluhan dari pasiennya, lembaga sosial atau swadaya masyarakat dan bahkan pemerintah sekalipun. Mutu akan diwujudkan jika telah ada dan berakhirnya interaksi antara penerima pelayanan dan pemberi pelayanan. Jika pemerintah yang menyampaikan kritikan ini dapat berarti bahwa masyarakat mendapatkan legalitas bahwa memang benar mutu pelayanan kesehatan harus diperbaiki. Mengukur mutu pelayanan dapat dilakukan dengan melihat indikator-indikator mutu pelayanan rumahsakit yang ada di beberapa k

ambivalensi manajemen pelayanan kesehatan

Mutu Pelayanan Kesehatan; Ambivalensi Antara Kewajiban dan Keinginan (antara penyelenggara dan pemilik) Jonirasmanto, SKM, MKES* Setelah membaca berita “RUMAHSAKIT HARUS BERBENAH” dan “RSD ABUNDJANI BANTAH ABAIKAN FASILITAS” di koran RADAR SARKO saya sebagai manusia kesehatan dengan ini menyampaikan pemikiran yang mungkin mengundang tanya atau pertanyaan lagi. Dan barangkali ini hanya merupakan materi pencerahan yang semoga bermanfaat. Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya kritikan dan keluhan dari pasiennya, lembaga sosial atau swadaya masyarakat dan bahkan pemerintah sekalipun. Mutu akan diwujudkan jika telah ada dan berakhirnya interaksi antara penerima pelayanan dan pemberi pelayanan. Jika pemerintah yang menyampaikan kritikan ini dapat berarti bahwa masyarakat mendapatkan legalitas bahwa memang benar mutu pelayanan kesehatan harus diperbaiki. Mengukur mutu pelayanan dapat dilakukan dengan melihat indikator-indikator mutu pelayanan rumahsakit yang ada di beberapa k