KEMAMPUAN BERBICARA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Kemampuan ini harus dikuasai oleh semua orang termasuk siswa/i di SMA Negeri 6 Merangin dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun, kemampuan berbicara ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikuasai, apalagi saat harus berbicara di depan publik. Berbicara di depan publik adalah berbicara didepan orang banyak untuk menyampaikan suatu pokok pikiran, pesan, pertanyaan, tanggapan, atau pendapat tentang sesuatu hal yang kita yakini kepada orang lain agar di dengarkan oleh pendengar atau penyimak. Pada umumnya, orang yang berbicara di depan publik termasuk siswa/i SMA Negeri 6 Merangin merasa sangsi bila berbicara di depan publik karena alasan belum terbiasa berbicara di depan publik.
“Kemampuan bicara dan bahsa melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi, dan lingkungan sekitar”. (Sheilla, Gangguan Bicara dan Bahasa ……………, 16 Maret 2010) maka dari itu, kemampuan berbicara di depan publik di pengaruhi oleh unsur intrinsik (dalam diri) dan ektrinsik (luar diri). Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan sejak lahir termasuk psikologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan berbicara dan berbahasa.
Sementara itu faktor ektrinsik yaitu pengaruh bahasa daerah sebagai salah satu faktor lingkungan sekitar dan persiapan mental saat berbicara di depan publik. Persiapan mental yang kurang membuat seseorang menjadi cemas, takut, dan grogi bila berbicara di depan publik. Kecemasan ini datang akibat di awasi oleh orang lain saat sedang berbicara di depan publik.
Berbicara juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan adalah faktor yang turut berperan dalam menentukan keberhasilan berbicara di depan publik. Yang termasuk di dalam faktor lingkungan adalah orang tua, guru, teman, dan bahasa yang dipergunakan sehari-hari. Walaupun demikian, kesiapan mental dan kemampuan seseorang / siswa di dalam dirinya sendiri adalah hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam berbicara di depan publik. Namun, karena kesiapan mental dan kemampuan siswa adalah faktor intrisik (dalam diri) dan bukan faktor lingkungan maka kesiapan mental dan kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik tidak disertakan dalam faktor lingkungan.
Dalam keberhasilan seorang siswa berbicara di depan publik, peran orang tua dan guru sangat penting dalam membantu seorang siswa untuk dapat berbicara di depan publik dengan baik dan lancar, seorang guru tentu akan membantu siswanya untuk dapat tampil di depan publik dengan baik.
“Sebagai guru, adalah suatu kebanggaan tersendiri yang tidak akan pernah hilang bila berhasil membimbing siswa dalam studinya dan menjadikannya sukses. Bahkan guru, akan rela berusaha semaksimal mungkin dan melakukan apa saja demi membantu siswa sukses dalam studinya. Tapi, bagaimana cara yang paling tepat ? inilah yang sering menjadi masalah….” (Leman, Faktor Lingkungan, ………16 Maret 2010)
Karena ketidaktahuan cara yang paling tepat dalam membimbing siswanya, seorang guru sering salah dalam memberikan bimbingannya. Bimbingan itu dirasakan oleh seorang siswa sebagai sesuatu yang menambah kecemasan siswa bila akan berbicara di depan publik. Siswa jadi lebih stress bila diperhatikan oleh gurunya. Perhatian itu dirasakan oleh siswa sebagai suatu tekanan yang mengharuskannya untuk tidak melakukan kesalahan. Padahal, perasaan siswa tidak seperti yang sebenarnya, guiru hanya membeirikan bimbingan agar siswanya dapat berbicara di depan publik dengan lancar, tetapi guru sering melakukan kesalahan saat memilih cara yang paling tepat dalam membantu siswanya.
Di sampng peran guru, orang tua juga ikut berperan dalam memberikan dukungan kepada anaknya untuk menunjang keberhasilan anaknya dalam berbicara di depan publik. Orang tua biasanya mengetahui tentang diri anaknya dan dapat membantu anak dalam mempersiapkan dirinya ketika berbicara di depan publik.
Saat sedang berbicara di depan publik, seorang siswa cendrung langsung merasakan kecemasan, kegelisahan, dan ketakutan. Untuk mengatasi hal itu, seorang siswa harus dapat mengontrol dan mengatasi emosinya dan memberikan batasan untuk emosinya sehingga seorang siswa dapat tampil di depan publik dengan baik. Banyak cara yang dapat digunakan dalam melatih mengontrol emosi, salah satunya adalah dengan berlatih membiasakan diri untuk berbicara di depan publik. Latihan ini harus dilakukan secara berlanjut dengan waktu yang lama sehingga menjadikan berbicara di depan publik merupakan suatu kebiasaan dan bukan sesuatu yang asing. Media buku juga dapat membantu siswa dalam mengontrol batas emosinya dengan cara mencari bagaimana cara untuk dapat berbicara di depan publik dengan baik, dan menerapkan apa yang dibaca oleh siswa di buku tersebut dalam membantunya mengatasi batas emosinya saat berbicara di depan publik. Sehingga, pada akhirnya seorang siswa dapat berbicara di depan publik dengan baik, dan siswa juga dapat mengatasi batas emosinya melalui latihan serta menerapkan cara yang tepat dalam membantu keberhasilan dalam berbicara di depan publik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahanya yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara yang tepat untuk dapat berbicara di depan publik dengan baik ?
2. Bagaimana cara mengatasi batas emosi saat berbicara di depan publik ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membantu siswa untuk dapat berbicara di depan publik dengan baik.
2. Menemukan cara untuk mengatasi batas emosi saat berbicara di depan publik.
3. Mengetahui sebatas mana pengetahuan siswa tentang kemampuan berbicara
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Sebagai masukan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Negeri 6 Merangin dalam membantu siswa untuk dapat tampil di depan publik dengan baik.
2. Sebagai media pembantu bagi siswa dalam meningkatkan keberhasilan dan kesuksesan kecakapan berbicara di depan publik.

BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Pembelajaran Berbicara dan Berbahasa
Berbicara adalah keterampilan berbahasa (Tarigan, 1994: 1), sebagai salah satu bentuk konikasi, berbicara melibatkan unsur-unsur berbicara. Keterampilan berbicara arat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya, yaitu 1) Keterampilan menyimak, 2) Keterampilan membaca, 3) Keterampilan menulis. (Tarigan, 1994)
Sebagai suatu keterampilan berbahasa, berbicara merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan, dan pendapat, serta pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain. Dalam memperoleh keterampilan berbicara dan berbahasa, biasanya seseorang melalui suatu hubungan urutan yang teratur. Hubungan tersebut mula-mula terjadi mada masa kecil, di masa ini kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, setelah itu, baru kita belajar membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara dipelajarai oleh seseorang sebelum ia memasuki masa sekolah. (Tarigan, 1994: 1)
Pada dasarnya, keempat keterampilan tersebut merupakan suatu kesatuan, merupakan catur tunggal. Keterampilan- keterampilan tersebut erat pula hubungannya dengan proses-proses yang mendasari bahasa seseorang. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti juga melatih keterampilan berpikir (Tarigan, 1994 :1)

B. Unsur Dasar Berbicara
Ceray Label mengemukakan lima unsur yang terlibat didalam kegiatan berbicara, yaitu:
1. Pengirim pesan atau pembicara (Sender)
2. Pesan yang dikirim atau isi pembicaraan (Massage)
3. Bagaimana pesan tersebut dikirimkan atau saluran (Delivery Channel or Medium)
4. Penerima pesan tau penyimak (Feedback)
5. Umpan balik atau tanggapan (Feedback)
Sender atau pembicara adalah orang yang menyampaikan sebuah pesan kepada orang banyak yang yang mendengarnya (Audience) Pesan yang disampaikan oleh pembicara (Massage) merupakan isi pembicaraan yang akan dibicarakan atau disampaikan oleh pembicara. Selanjutnya, pesan yang disampaikan harus dapat diterima baik oleh penerima pesan (Receiveer) melalui suatu saluran penyampaian yang tepat (Medium) atau delivery channel yang dapat membantu penerima pesan yang disampaikan oleh pembicara. Dari pesan yang diterima oleh penerima pesan, maka penerima pesan akan memberikan umpan balik (feedback) berupa masukan, saran, dan kritikan. Seseorang pembicara harus memiliki kesiapan diri untuk menerima masukan, saran, dan kritikan dengan sikap positif (Label Berbicara Di Depan Publik, www.inline.or.id, 29 Maret 2010).
C. Hukum Komunikasi
Dalam berbicara di depan publik, terdapat lima hukum komunikasi yang efektif digunakan (The Five Inevitable Laws of Effektive Communication) yang bila dirangkum dalam satu kata akan mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, dan Humble), yang berarti merengkuh atau meraih. Komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana seseorang meraih perhatian, cinta kasih, kepedulian, minat, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain. (Aribowo, Berbicara di Depan Publik, …………….., 29 Maret 2010)
D. Respect
Dalam berbicara atau komunikasi secara efektif, khususnya berbicara di depan publik, pembicara harus memiliki sikap hormat dan sikap menghargai terhadap khalayak atau hadirin. Hal ini merupakan hukum yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain, termasuk berbicara di depan publik. Pembicara harus memiliki sikap (Attitude) menghormati dan menghargai hadirin.
E. Empathy
Hukum yang kedua yaitu empati, yaitu kemampuan seorang pembicara menempatkan pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Rasa empati akan dapat membantu pembicara dalam menyampaikan pesan (Massage) dengan cara dan sikap yang akan mempermudah penerima pesan (Reseiver) menerima pesan tersebut. Dalam berbicara di depan publik, pembicara terlebih dahulu harus memahami latar belakang, golongan, lapisan sosial, tingkatan umur, pendidikan, kebutuhan, minat, harapan, dan sebagainya dari calon pendengar (Audience). Sehingga komunikasi yang akan dibangun dan pesan yang akan disampaikan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati juga berarti kemampuan untuk mendengarkan dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan atau umpan balik apapun dengan sikap positif. Berusahalah untuk menerima masukan atau bahkan kritikan dari audience karena komunikasi adalah pembicaraan dua arah. Komunikasi secara satu arah tidak akan efektif bilamana tidak ada umpan balik (Feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu, dalam berbicara di depan publik, seorang pembicara harus siap untuk menerima masukan atau umpan balik dari audience dengan sikap positif.
F. Audible
Audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Audible dalam kar berbicara di depan publik adalah pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Pesan ini harus disampaikan melalui medium atau dilivery channel yang sesuai sehingga pesan dapat diterima oleh penerima pesan. Audible mengacu pada kemampuan seseorang pembicara menggunakan media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu menyampaikan pesan dengan baik.
G. Clarity
Clarity adalah kejelasan pesan yang disampaikan. Pesan harus dapat diterima dengan baik, maka hukum keempat yang terkait adalah kejelasan dari pesan itu sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau penafsiran yang berlainan. Clarity juga ditentukan oleh kualitas suara dan bahasa yang digunakan oleh pembicara. Penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh hadirin dapat membantu tujuan berbicara di depan publik tidak akan tercapai.
H. Humble
Humble adalah sikap rendah diri. Sikap ini berhubungan dengan hukum pertama dalam membangun rasa menghargai orang lain. Rendah hati juga bisa berarti tidak sombong dan menganggap diri penting ketika berbicara di depan publik. Dengan kerendahan hati dari seorang pembicara di depan publik, pembicara dapat menangkap respon dan perhatian yang positif dari publik atau audience.
Kelima hukum komunikasi ini sangat penting untuk menjadi dasar dalam pelakukan pembicaraan di depan publik. (Aribowo, Berbicara di depan publik, ………………….., 29 Maret 2010)
I. Persiapan
Sebelum melakukan pembicaraan di depan publik, pembicara harus melakukan persiapan untuk membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut dan emosi. Banyak pakar komunikasi mengatakan bahwa kesiapan mental lebih penting dari pada persiapan materi atau bahan pembicaraan. Kesiapan mental yang positif merupakan syarat mutlak dalam berbicara di depan publik. Hal yang paling penting adalah kesiapan pendengar atau audience untuk menerima pesan yang akan disampaikan. Kita harus menyampaikan pokok-pokok pikiran atau ringkasan dari apa yang ingin disampaikan sehingga audience juga memiliki kesiapan mental untuk menerima pasan tersebut.
Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan topik atau materi: 1) perkayalah topik dan bacaan yang telah kita lakukan dengan hal yang up to date dan rill terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman diri ataupun orang lain adalah bahan yang menarik untuk disampaikan dalam pembicaraan. 2) hilangkan bagian-bagian yang dirasa membuat kita fokus, menimbulkan keraguan, atau melebihi jadwal waktu yang disediakan. (Aribowo, Berbicara di depan publik, ………………….., 29 Maret 2010)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan pesan kepada publik, yaitu: 1) pastikan kwalitas suara anda cukup keras sehingga dapat didengarkan oleh audience yang duduk di deretan belakang sekalipun. 2) perhatikan penggunaan bahasa dan kata-kata dalam berbicara karena penggunaan bahasa dan kata-kata yang tepat dapat membantu kemampuan komunikasi anda, membantu memperjelas, dan meningkatkan kualitas pembicaraan anda. 3) penampilan adalah kesan pertama yang diberikan kepada audience, pastikan penampilan anda membawa kesan yang positif, membuat anda terlihat lebih baik dan meningkatkan rasa percaya diri anda. (Ariwibowo, Berbicara Di Depan Publik, www.inline.or.id,. 29 Maret 2010)
J. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.
Pendapat lain menyatakan bahwa komunikasi non verbal adalah komunikasi yang membantu apa yang dibicarakan oleh pembicara, seperto: kontak mata, ekspresi wajah, penampilan fisik, nada suara, gerakan tubuh, pakaian aksesoris yang digunakan. Semua memberikan efek atau pengaruh yang cukup besar terhadap penyampaian pesan kepada audience. Gunakanlah bahasa tubuh yang sesuai dengan apa yang diucapkan. (Ariwibowo, Berbicara Di Depan Publik, www.inline.or.id,. 29 Maret 2010)
A. Jenis-jenis komunikasi nonverbal
1. Komunikasi objek
Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam.
2. Sentuhan
Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.
3. Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).[1]
4. Gerakan tubuh
Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.[2][3]
5. Proxemik
Proxemik atau bahasa ruang, yaitu jarak yang Anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi Anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian Anda terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial. Dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal :
Jarak intim, Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan. Jarak personal, Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki.
Jarak sosial, Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki. Jarak publik, Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga.

6. Vokalik
Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini disebut paralinguistik. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik hal-hal seperti ini harus dihindari.
7. Lingkungan
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna.
8. Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal
Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah, India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya. http://id.wikipedia.org/wiki/ Komunikasi_nonverbal
B. Persiapan Mental
Hal yang paling penting dalam persiapan kita untuk berbicara di depan publik adalah membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut dan emosi kita. Bahkan banyak pakar komunikasi yang mengatakan bahwa persiapan mental jauh lebih penting daripada persiapan materi atau bahan pembicaraan. Meskipun demikian, persiapan materi juga sangat mempengaruhi kesiapan mental kita. Kesiapan mental yang positif merupakan syarat mutlak bagi kita dalam berbicara di depan publik.
Pastikan juga bahwa anda beristirahat dan tidur yang cukup menjelang waktu anda berbicara di depan publik dan majulah dengan sikap optimis dan sukses. Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menyampaikan pesan kepada publik:
Kualitas suara kita merupakan faktor kunci yang menentukan apakah hadirin memperhatikan kita maupun pesan yang kita sampaikan. Pastikan bahwa suara anda cukup keras dan jelas terdengar bahkan oleh hadirin yang duduk paling jauh dari anda sekalipun. Jika tersedia, selalu gunakan pengeras suara (loudspeaker), meskipun anda merasa suara anda sudah cukup keras. Cobalah dengan berlatih mendengarkan suara anda sendiri. Caranya dengan menutup mata, berbicaralah, kemudian perhatikan kualitas, kekuatan dan kejelasan suara anda.
Suara kita merupakan aset kita yang paling berharga dalam berkomunikasi secara lisan. Oleh karena itu memelihara kualitas suara dan berlatih secara kontinu merupakan keharusan jika kita ingin menjadi pembicara publik yang sukses. Jika suara kita kurang bagus dan sumbang, kita dapat mencari pelatih suara profesional atau mengikuti kursus atau pendidikan (seperti misalnya di Institut Kesenian Jakarta) untuk meningkatkan kualitas suara kita. Apalagi misalnya anda bercita-cita jadi presenter, pembicara publik, MC dan sebagainya. Anda harus benar-benar memperhatikan kualitas suara anda.
Bahasa dan kata-kata yang kita gunakan merupakan faktor kunci lain yang menentukan kemampuan komunikasi kita. Bahasa yang baik dan tepat dapat membantu memperjelas dan meningkatkan kualitas presentasi atau pembicaraan kita. Oleh karena itu perlu sekali bagi kita untuk memperhatikan kata-kata dan bahasa yang kita pilih. Pikirkanlah kata-kata yang akan anda gunakan, karena kemampuan berbahasa yang buruk akan tercermin pada kualitas penyampaian pesan kita. Hindari menggunakan kata-kata yang tidak perlu, seperti: apa itu ….. apa namanya…ehm….you know…. dll. Jangan mengucapkan kata-kata: maaf…..Jika anda salah mengucap, cukup anda ulangi sekali lagi kalimat tersebut dengan benar.
Penampilan adalah kesan pertama. Jadi kita harus pastikan bahwa pada saat kita maju atau berdiri untuk berbicara, hadirin atau audiens kita memperoleh kesan yang baik terhadap kita. Pastikan bahwa penampilan kita membawa pesan yang positif, dan kita kelihatan lebih baik dan merasa lebih baik. Gunakan pakaian yang sesuai dengan suasana pertemuan, dan sesuai dengan jenis pakaian yang digunakan oleh para hadirin lainnya. http://heartspeaks.info/00055.htm ; cs@heartspeaks.info
Dalam membangun kesiapan mental untuk berbicara di depan publik, hal pertama yang perlu anda lakukan adalah mengurangi ketegangan fisik dengan melakukan senam ringan (streching), karena kita tidak dapat menurunkan ketegangan mental sebelum mengendorkan otot-otot tubuh yang tegang. “its almost imposible to go in to alpha without considerrable muscular relaxation”: hampir tidak mungkin masuk ke kondisi dimana gelombang otak atau mental yang relaks tanpa mengendorkan otot-otot tubuh. (Gillet, our body, www.chemi-is-right.org. 31 Maret 2010)
Beberapa poin yang paling tidak untuk kita ketahui adalah sebagai berikut :
1. Berbicara di depan publik bukanlah sesuatu yang menegangkan. Bahwasanya inti dari komunikasi itu adalah interaksi yang melibatkan antara pemberi informasi dengan yang diberi informasi. Begitu juga berbicara di depan publik sama halnya kita berbicara dengan seorang teman atau orang lain yang kita ajak berbicara. Cuma mungkin kondisinya yang berbeda. Sehingga bagi orang yang jarang mendapatkan kesempatan seperti ini akan menganggap bahwa ini adala sesuatu yang spesial dan membutuhkan persiapan ekstra yang berlebihan sehingga membuat yang bersangkutan merasa tegang.
Akan tetapi apabila kita mau dan bisa mencoba untuk menempatkan hal itu sama dengan komunikasi antar personal, maka kita dapat berbicara dengan santai layaknya kita berbicara dengan seorang teman yang sedang kita ajak berbicara. Sehingga kita dapat membawa diri kita untuk menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dengan baik, tentunya dengan menempatkan diri sesuai dengan keadaan.
2. Kita jangan terlalu perlu untuk menjadi orang yang sempurna dalam berbicara. Kadang kita berpikir bahwa untuk berbicara di depan umum, kita harus menggunakan bahasa yang formal, lugas dan jelas. Tanpa mengurangi sopan santun dalam berbicara, ke-lugas-an dan ke-jelas-an itu memang cukup mutlak diperlukan supaya apa yang kita sampaikan itu dapat dipahami dengan baik.
Akan tetapi terlalu fokus pada yang namanya formal dalam berbicara dengan tujuan kesempurnaan dalam menyampaikan suatu hal justru dapat merusak efektifitas kita dalam menyampaikan suatu informasi. Sehingga kecenderungan yang terjadi komunikasi menjadi kaku dan “garing”. Kecuali apabila kondisinya menuntut kita untuk betul-betul formal dalam berbicara, baru kita gunakan bahasa-bahasa yang formal.
3. Siapkan 2-3 poin pembicaraan saja. Tidak jarang ketika kita sedang mengikuti suatu rapat, seminar, pengajian atau pembicaraan umum lainnya, pembicara berbicara panjang lebar akan tetapi inti yang dapat kita simpulkan tidak memiliki kejelasan.
Akan lebih baik apabila kita sedang berbicara di depan publik, inti materi yang kita sampaikan cukup 2-3 saja yang benar-benar kita kuasai untuk disampaikan. Kemudian dalam penyampaiannya dikembangkan atau diperjelas, sehingga pembicaraan menjadi menarik dan berkembang, serta kesimpulan yang dapat diambil dari pokok pembicaraan pun menjadi bervariasi tanpa menghilangkan poin-poin pentingnya.
4. Memiliki tujuan atau sasaran yang jelas dan terarah. Seperti pada poin 3 di atas. Pembicaraan yang panjang lebar akan tetapi tujuan atau sasaran pembicaraan yang tidak jelas akan membuat sang pendengar menjadi bingung dan bosan atas apa yang kita sampaikan.
Maka akan lebih baiknya pengembangan dari yang kita sampaikan tidak terlalu jauh menyimpang dari pokok pembicaraan guna menghindari penyimpangan pokok bahasan. Sehingga pendengar pun akan tetap fokus pada pokok bahasan yang kita sampaikan.
5. Tidak perlu menganggap kita sebagai pembicara publik. Kadang karena terlalu terlarut dalam situasi, orang yang sedang berada di depan umum untuk menyampaikan sesuatu, menjadi ‘grogi’ atau biasa disebut dengan demam panggung. Sehingga dalam benak kita suasana menjadi kaku dan membuyarkan konsentrasi kita atas apa yang ingin kita sampaikan.
Cukuplah kita menganggap apa yang di depan kita itu tak lain tak bukan adalah teman kita sendiri. Sehingga kita dapat dengan rileks dalam berkomunikasi layaknya ngobrol dengan teman sendiri. Sehingga alur bicara kita bisa dinikmati dan terasa lebih santai serta materi dapat kita sampaikan dan diterima dengan baik.
6. Tidak perlu harus sepenuhnya menguasai seluruh hadirin/pendengar. Kadang ketika sedang berbicara di depan publik, kita menginginkan kepada seluruh pendengar untuk memperhatikan kita. Sehingga kita terlalu fokus tentang ‘gimana caranya’ agar seluruhnya dapat memperhatikan kita, yang akibatnya poin-poin yang seharusnya dapat kita sampaikan menjadi berkurang cuma gara-gara fokus pada seluruh pendengar.
Lalu bagaimana? Cukup kita fokuskan saja pembicaraan itu pada pandengar-pendengar yang baik yang senatiasa memperhatikan kita denga sesekali mengalihkan kepada seluruh pendengar. Sehingga dengan fokus pada pendengar yang senantiasa memperhatikan kita, maka kita akan bersemangat untuk menyampaikan informasi kepada mereka. Terus kalau tidak ada yang memperhatikan bagaimana? Pasti ada orang-orang yang fokus untuk memperhatikan, tapi apabila memang benar-benar tidak ada yang memperhatikan ya lebih baik kita akhiri saja pembicaraan tersebut karena cuma membuang-buang waktu dan tenaga saja.
7. Kita harus ingat bahwa para pendengar mengharapkan kita berhasil dalam menyampaikan pesan. Dengan mengingat prinsip tersebut, kita akan selalu mencoba untuk berusaha menyampaikan pesan tersebut dengan cara sebaik-baiknya.
K. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa hipotesa tindakan atau jawaban sementara dari penelitian ini adalah jika uraian di atas digunakan dan diterapkan akan meningkatkan kemampuan berbicara di depan publik, khususnya siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin.


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 6 Merangin pada kelas XI IPA1. Jumlah siswa kelas XI IPA 1 adalah 39 orang yang terdiri dari 10 orang putra dan 29 orang putri.. Dari jumlah ini, diambil sampel penelitian sebanyak 20 orang yang terdiri dari 5 orang putra dan 15 orang putri. Kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik masih sangat rendah. Untuk lebih jelasnya jumlah siswa kelas XI IPA1 dan jumlah sampel penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I
Subjek Penelitian Siswa Kelas XI IPA 1
No Putra Putri
1 10 29

Tabel II
Sampel Penelitian Siswa Kelas XA
No Putra Putri
1 5 15

Kelas ini dipilih karena berdasarkan pengamatan pendahuluan, kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik masih sangat rendah. Hal ini terlihat oleh masih rendahnya kemauan siswa untuk tampil berbicara di depan publik. Beberapa pengakuan siswa mereka grogi ketika diminta untuk berbicara di depan publik oleh guru kelas dan oleh peneliti.

B. Variabel Penelitian
Variabel dan kriteria pengukuran adalah tingkat kemampuan siswa berbicara di depan publik yang diukur dengan menggunakan nilai tes yang berhasil dicapai oleh siswa.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) minggu dengan 4 (empat) kali pertemuan, yaitu pada minggu ke-3, 2 kali pertemuan dan minggu ke-4 bulan Maret 2010, 2 kali pertemuan. Tahapannya adalah:
1. pada siklus I keberhasilan siswa berbicara di depan publik belum tercapai karena siswa belum melakukan pesiapan diri dengan bahan pembicaraan yang baru saja diberikan oleh peneliti.
2. pada siklus II diharapkan akan terjadi perubahan yang berarti dalam aktifitas berbicara di depan publik setelah diberikan makalah yang berisi tentang bagaimana cara untuk berbicara di depan publik dengan baik dan benar.
3. pada siklus III diharapkan akan terjadi perubahan yang lebih berarti dalam aktifitas berbicara di depan publik siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin
4. pada siklus IV diharapkan terjadi perubahan yang signifikan terhadap kemampuan berbicara di depan publik.
D. Rencana Tindakan
Untuk mengatasi masalah berbicara di depan publik, maka di kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin digunakan unsur berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non verbal dan persiapan mental sebagai pengetahuan guna meningkatkan ketrampilan berbicara di depan publik. Dalam hal ini penelitian tindakan kelas sangat tepat digunakan karena penelitian bertujuan untuk pengembangan proses pembelajaran dan membentuk hubungan yang kuat antara peneliti dengan guru. (Sukarnyana, 2002)
E. Jenis dan Sumber Data
Jenis data penelitian ini terdiri dari: a) data primer, dan b) data sekunder. Data Primer dari penelitian ini adalah nilai hasil tes awal pada siklus I dan nilai hasil tes dengan menggunakan unsur berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non verbal dan persiapan mental pada siklus IV. Sedangkan data sekunder berupa biodata siswa yang diperoleh saat melakukan tes dan gambaran minat berbicara di depan publik yang diperoleh dari angket. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel III
Jenis dan Sumber Data Penelitian
No Jenis Data Sumber Data
1 Primer 1. Nilai Hasil Tes Awal pada Siklus I
2. Nilai Hasil Tes Awal pada Siklus IV
2 Sekunder 1. Biodata siswa
2. Minat berbicara di depan publik

F. Alat Pengumpul Data
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini yang merupakan nilai hasil tes, maka digunakan alat pengumpul data dalam penelitian ini yang berupa: a) lembaran tes pengetahuan siswa dalam berbicara di depan publik, baik lembaran tes awal maupun lembaran tes akhir, dan b) pengujian kemampuan berbicara di depan publik yang diwakili oleh peneliti dari siklus I sampai siklus IV dengan materi pembicaraan diberikan oleh penelitian. Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder berupa gambaran minat siswa dalam berbicara di depan publik digunakan angket minat berbicara. Begitu juga untuk data sekunder berupa biodata siswa digunakan alat pengumpul data lembaran observasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel IV
Alat Pengumpul Data Penelitian
No Jenis Data Sumber Data
1 Primer 1. Lembar Tes Pengetahuan Siswa Berbicara di depan publik
2. Pengujian Kemampuan Berbicara Siswa di depan publik
2 Sekunder 1. Lembaran angket minat berbicara siswa
2. Lembaran observasi biodata siswa

G. Indikator Keberhasilan Tindakan
Menurut Ridwan (t.t) dalam makalah atau panduan penelitian, kriteria tingkat keberhasilan belajar dikelompokkdan dalam 5 kategori umum, yaitu: a) sangat tinggi (≥ 80%), b0 tinggi (69%-79%), c) sedang (40%-59%), d) rendah (20%-39%) dan e) sangat rendah (≤20%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel V
Indikator Keberhasilan Siswa
No Keberhasilan Hasil Belajar
(Kwalitatif) Keberhasilan Hasil Belajar
(Kwantitatif)
1
2
3
4
5 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah ≥ 80%
69%-79%
40%-59%
20%-39%
≤20%.


BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
a. Siklus I
Pertemuan pada siklus ini, pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini peneliti memberikan teks yang akan dibicarakan oleh siswa di depan publik yang di wakili oleh peneliti dan kemudian melakukan tes tertulis (Paper and pen) dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 7 (tujuh) butir. Hasil tes menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang berbicara di depan publik sudah cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari 20 siswa yang ikut tes sebagai sampel penelitian, semuanya berhasil mencapai atau melewati nilai mimum. Dan hasil pengujian dengan cara berbicara di depan publik yang diwakili oleh peneliti masih rendah. Hal ini dibuktikan dari 20 orang siswa hanya 1 orang yang mampu berbicara di depan publik setelah diberikan waktu yang cukup singkat untuk memahami teks pembicaraan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel VI
Hasil Tes Awal Pengetahuan Siswa Tentang Berbicara Di Depan Publik
Kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin
No Nilai Frekuensi Relatif (%) Ket
1
2
3
4
5 0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 -- 100 0
0
7
8
5 0
0
35
40
25

Tidak Lulus
Lulus
Lulus
Jumlah 20 100
Hasil tes terhadap pengetahuan siswa tentang berbicara di depan publik mencapai rata-rata 68.15 dengan persebaran siswa yang lulus pada rentang nilai 61 --- 100 mencapai 75 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang berbicara di depan publik sudah cukup tinggi di kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin
b. Siklus III
Pada siklus ketiga, peneliti langsung memberikan tes ketiga dalam bentuk essay untuk mengetahui siswa tentang berbicara di depan publik. Dari tes ini, di dapatkan hasil yang cukup memuaskan. Hanya beberapa orang siswa saja yang kurang mengetahui tentang berbicara di depan publik. Dan pada siklus ini, peneliti memberitahukan kepada siswa supaya mempersiapkan diri untuk pengujian terakhir berbicara di depan publik yang akan dilaksanakan pada siklus IV. Untuk lebih jelasnya tentang nilai yang berhasil dicapai oleh siswa pada tes siklus III dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel VII
Hasil Tes Terakhir Pengetahuan Siswa Tentang Berbicara Di Depan Publik
Kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin
No Nilai Frekuensi Relatif (%) Ket
1
2
3
4
5 0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 -- 100 0
0
7
8
5 0
0
35
40
25

Tidak lulus
Tidak lulus
Lulus


Jumlah 20 100

Hasil tes ketiga ini terhadap pengetahuan siswa tentang berbicara di depan publik mencapai nilai rata-rata 84.9 dengan persebaran pada rentang 81 – 100 mencapai 70 %. Lebih tinggi dibandingkan dengan persebaran siswa pada tes pertama dan kedua yang berada pada rentang 81 – 100 hanya mencapai 60 % dan 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada pengetahuan siswa tentang berbicara di depan publik siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin.
B. Pembahasan
Kegiatan pembelajaran standar kompetensi dasar berbicara pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin membuktikan bahwa masih rendahnya kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik. Kegiatan berbicara di depan publik selama ini dianggap oleh siswa sebagai suatu hal yang menakutkan dan menegangkan, bahkan sampai ketika sudah berdiri di depan publik namun tidak dapat berpikir lagi apa yang akan dikatakan. Hal ini terjadi karena siswa merasakan kecemasan dan tidak dapat mengontrol rasa cemasnya. Disamping itu, siswa juga kurang memahami cara-cara yang bisa dipergunakan untuk dapat berbicara di depan publik dengan baik.
Kecemasan berbicara mempunyai makna keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan seseorang dipengaruhi oleh rasa cemas karena khawatir, takut,dan gelisah. Biasanya gejala ini dialami ketika seorang siswa berbicara di depan publik dibawah pengawasan guru atau orang lain.
Perwujudan kecemasan berbicara dapat kita lihat pada gejala yang dirasakan oleh orang-orang yang mengalaminya, antara lain sebagai berikut.
1. Detak jantung menjadi cepat.
2. Telapak tangan atau punggung berkeringat.
3. Napas terengah-engah;
4. Mulut kering dan sukar untuk menelan;
5. Ketegangan otot dada, tangan, leher, dan kaki;
6. Tangan atau kaki bergetar;
7. Suara bergetar dan parau;
8. Berbicara cepat dan tidak jelas;
9. Tidak sanggup mendengar atau konsentrasi;
10. Lupa atau hilang ingatan
Semua gejala itu merupakan reaksi alamiah kepada ancaman. Begitu seseorang menghadapi ancaman ia berusaha melawan atau melarikan diri. Sedangkan kecemasan berbicara dialami bila seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan, dan ia tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan oleh pendengar. Ia mengalami sejumlah ketidakpastian,
Untuk menghindari hal itu, latihan dan pengalaman sangat menentukan, disamping itu pengetahuan tentang berbicara di depan publik. Pengetahuan tentang retorika akan memberikan kepastian kepadanya untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan. Latihan akan memberikan pengalaman, sehingga ia dapat memastikan atau setidaknya mampu menduga reaksi para pendengar.
Pemahaman tentang unsur dasar berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non-verbal, dan persiapan mental ternyata efektif untuk mengurangi ketegangan, ketakutan, dan kecemasan di dalam diri siswa. Pertama, dari diri siswa sendiri ternyata pada saat berbicara di depan publik siswa menjadi lebih percaya diri dan mampu mengendalikan emosinya. Kedua, siswa dapat mengetahui bagaimana kondisi audiencenya dan dapat mengendalikan audiencenya. Ketiga, siswa mengetahui bagaimana cara agar pembicaraan yang sedang dibicarakan menjadi menyenangkan dan dapat dipahami oleh audience.
Ketika melakukan pembicaraan di depan publik, seorang pembicara harus mampu melakukan gerak tubuh. Gerak tubuh di sebut juga dengan bahasa tubuh. Gerak tubuh biasanya menyertai penyajian pesan yang disajikan secara lisan. Gerak tubuh berfungsi sebagai penjelas atau penegas makna pesan, juga sebagai pelancar komunikasi lisan tatap muka.
Gerak tubuh dikatakan bermakna apabila gerak tubuh itu memenuhi syarat tertentu. Gerak tubuh harus sesuai dengan isi pesan, gerak tubuh harus komunikatif, mudah dicerna dan dipahami, gerak tubuh juga harus ilustratif, mengantar, mengarahkan, dan mengalirkan pikiran ke arah makna pesan.
Setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan normal sudah berpotensi terampil dalam berbicara. Potensi tersebut akan menjadi suatu kenyataan bila dipupuk, dibina dan dikembangkan melalui latihan yang sistematis, terarah, dan berkesinambungan.
Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam empat siklus, yang terdiri dari satu kali tes merupakan satu siklus. Pemahaman tentang unsur dasar berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non-verbal, dan persiapan dalam upaya meningkatkan keberhasilan siswa dalam berbicara di depan publik ternyata sesuai dengan topik penelitian ini.
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam berbicara dari masing-masing siklus menunjukkan peningkatan. Hal ini sesuai dengan teori penggunaan metode yang tepat dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Penggunaan unsur dasar berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non-verbal, dan persiapan mental ternyata berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam berbicara di depan publik. Hal ini terbukti dari peningkatan nilai rata-rata hasil tes pada setiap siklus.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang unsur dasar berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non-verbal, dan persiapan mental dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa di depan publik kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin. Unsur dasar berbicara, hukum komunikasi, persiapan berbicara di depan publik, komunikasi non-verbal, dan persiapan mental dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa di depan publik. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengalaman tentang unsur dasar berbicara, hukum komunikasi non-verbal, dan persiapan mental memberikan, serta latihan dapat memberikan seorang siswa pengalaman dalam berbicara di depan publik yang dapat membantunya untuk lebih baik dalam berbicara di depan publik dan hal ini berhasil dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 6 Merangin.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, dalam upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa di depan publik dapat disarankan beberapa hal, yaitu:
1. Kepada para guru, disarankan untuk lebih memasyarakatkan di kalangan siswa tentang hal-hal yang dapat membantu dalam berbicara di depan publik sehingga siswa lebih percaya diri bila ditunjuk untuk berbicara di depan publik.
2. Kepada siswa diharapkan untuk lebih mendalami pengetahuan dan pemahaman tentang berbicara di depan publik sehingga dapat membantu kelancaran dalam berbicara di depan publik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

VMN Domain Search

permohonan pindah

WHO DAN KONTRIBUSINYA