GURU DAN JIKA SAYA JADI GURU

JENIS GURU
Di Hari Pendidikan disetiap tanggal 5 MEI, saya bertemu tiga jenis guru. Guru pertama adalah guru kognitif, sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru kognitif sangat berpengetahuan. Mereka hafal segala macam rumus, banyak bicara, banyak memberi nasihat, sayangnya sedikit sekali mendengarkan. Guru yang terakhir adalah saya (jika saya menjadi guru).
Sebaliknya, guru kreatif lebih banyak tersenyum, namun tangan dan badannya bergerak aktif. Setiap kali diajak bicara dia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan sesuatu, dia selalu mencari alat peraga. Entah itu tutup pulpen, botol plastik air mineral,kertas lipat,lidi,atau apa saja. Lantaran jumlahnya hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi kesempatan berbicara. Dia tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu melebar ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru kreatif berbuatnya lebih banyak.
Guru Kognitif
Guru kognitif hanya mengajar dengan mulutnya. Dia berbicara panjang lebar di depan siswa dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat bangga dengan murid-murid yang mendapat nilai tinggi. Guru ini juga bangga kepada siswanya yang disiplin belajar, rambutnya dipotong rapi, bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua yang dia ajarkan. Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala manusia, yaitu brain memory. Asumsinya, semakin banyak yang diketahui seseorang, semakin pintarlah orang itu.
Dan semakin pintar akan membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik. Guru kognitif adalah guru-guru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan, atau meminjam istilah para birokrat (PNS), sangat patuh pada ”tupoksi”. Saya sering menyebut mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku ”x” dan bab-bab yang diberikan adalah bab satu sampai dua belas, mereka akan mengejarnya persis seperti itu sampai tuntas.
Karena ujian masuk perguruan tinggi adalah ujian rumus, guru-guru kognitif ini adalah kebanggaan bagi anak-anak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit. Kalau sekarang, mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN. Sayangnya, sekarang banyak ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit menemukan ”pintu” bagi masa depannya. Anak-anak ini tidak terlatih menembus barikade masa depan yang penuh rintangan, lebih dinamis ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.
Saya sering menyebut anak-anak produk guru kognitif ini ibarat kereta api Jabodetabek yang hanya berjalan lebih cepat daripada kendaraan lain karena jalannya diproteksi, bebas rintangan. Beda benar dengan kereta super cepat Shinkanzen yang memang cepat. Yang satu hanya menaruh lokomotif di kepalanya, sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala, lokomotif ada di atas seluruh roda besi dan relnya.
Guru Kreatif
Ini guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru kognitif. Sudah jumlahnya sedikit, mereka sering kali kurang peduli dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga sangat toleran terhadap perbedaan dan cara berpakaian siswa. Tetapi, mereka sebenarnya guru yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya. Mereka bukan sibuk mengisi kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, melainkan membongkar anak-anak didik itu dari segala belenggu yang mengikat mereka.
Belenggu- belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi seperti tampak jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah, matahari di antara keduanya, awan, sawah, dan seterusnya). Atau belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-anak pada perilaku-perilaku selfish, ego-centrism, merasa paling benar, sulit bergaul, mudah panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya.
Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekadar soft skills, apalagi hard skill. Berbeda dengan guru kognitif yang tak punya waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru bercerita tentang kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun, lebih dari itu, mereka aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka, memori tak hanya ada di kepala, tapi juga ada di seluruh tubuh manusia.
Memori manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai myelin dan para neuroscientist modern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle memory). Di dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta tak kelihatan (intangibles) yang sangat vital seperti gestures, bahasa tubuh, kepercayaan, empati, keterampilan,disiplin diri,dan seterusnya.
Saat bertemu guru-guru kognitif, saya sempat bertanya apakah mereka menggunakan alat-alat peraga yang disediakan di sekolah? Saya terkejut, hampir semua dari mereka bilang tidak perlu, semua sudah jelas ada di buku. Beberapa di antara mereka bahkan tidak tahu bahwa sekolah sudah menyediakan mikroskop dan alat-alat bantu lainnya. Sebaliknya,guru-guru kreatif mengatakan: ”Kalau tidak ada alat peraga,kita akan buat sendiri dari limbah.
Kalau perlu, kita ajak siswa turun ke lapangan mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa mendatangkan Bapak ke dalam kelas, kita ajak siswa ke rumah Bapak,”ujarnya. Saya tertegun. Seperti itulah guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-negara maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif. Mereka tak bisa mencetak juara Olimpiade Matematika atau Fisika,tetapi mereka mampu membuat generasi muda menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar.
Mereka kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan. Saat membuat disertasi di University of Illinois, para guru besar saya bukan memaksa saya membuat tesis apa yang mereka inginkan, melainkan mereka menggali dalam-dalam minat dan objektif masa depan saya. Sewaktu saya bertanya, mereka menjawab begini: ”Anda tidak memaksakan badan Anda pada baju kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri yang sesuai dengan kebutuhannya.”
Guru Andragogik
Andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik menjadi dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Andragogi berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengarahkan orang dewasa dan berbeda dengan istilah yang lebih umum digunakan, yaitu pedagogi yang asal katanya berarti mengarahkan anak-anak.
Teori Knowles tentang andragogi dapat diungkapkan dalam empat postulat sederhana: Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi dari pembelajaran yang mereka ikuti (berkaitan dengan konsep diri dan motivasi untuk belajar). Pengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah) menjadi dasar untuk aktivitas belajar (konsep pengalaman).
Orang dewasa paling berminat pada pokok bahasan belajar yang mempunyai relevansi langsung dengan pekerjaannya atau kehidupan pribadinya (Kesiapan untuk belajar). Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada permasalahan dibanding pada isinya (Orientasi belajar). Istilah andragogi telah digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara pendidikan yang diarahkan diri sendiri dengan pendidikan melalui pengajaran oleh orang lain.
Sistem Andragogy pun memiliki kelebihan dan kelemahannya sendiri. Beberapa kelebihan memang memberikan sarana, wadah dan sistem bagi talenta masing-masing orang untuk berkembang sesuai minat dan bakat masing-masing. Coba kita bertanya kepada diri kita sendiri, mengapakah dulu kita memilih jurusan tertentu ketika kuliah?
Maka kalau kita jujur, sebagian besar dari kita tidaklah memahami alasan yang ada pada diri sendiri, mengapa kita memilih jurusan tersebut? Kita tidak mengetahui sebelumnya dan menjadi sebuah ironi setelah kita selesai lulus katakanlah selama 5 tahun, barulah kita menyadari bahwa jurusan itu tidak kita sukai. Tetapi sistem di kita belum memungkinkan adanya pindah jurusan seperti itu, yang disesuaikan dengan bakat dan minat dari siswanya.
Tetapi sistem Andragogy ini memiliki kelemahan pula. Salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai? Seolah sistem Andragogy hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja dan melupakan untuk tujuan apa sebenarnya sebuah pendidikan itu dilakukan?
Dan bagaimana pula bisa dilakukan -penjagaan terhadap ilmu-ilmu yang sudah ada? jika sebuah ilmu tersebut tidak diminati oleh siswa, tentu saja satu waktu ilmu tersebut akan hilang. Dan bagaimana siswa dibiarkan memilih jika ada persyaratan kemampuan yang memang mesti dimiliki seandainya siswa mau belajar ilmu tertentu. Tak mungkinlah siswa SD dibiarkan memilih mata pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian, jumlah, kurang bagi, dll.
Secara etimologi, andragogi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata andr  yang artinya orang dewasa dan agogos yang artinya memimpin atau membimbing. Untuk itu, andragogi adalah seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar dan mempelajari  teknologi, proses dan teori pendidikan orang  dewasa  untuk mencapai  tujuan. Di dalam makna yang lebih luas, andragogi bukan sekedar membantu orang dewasa belajar namun membantu manusia velajar. Karena itu konsep andragogi dapat diterapkan untuk anak-anak.
Pada banyak praktek, mengajar orang dewasa dilakukan sama saja dengan mengajar anak.Prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan orang dewasa. Hampir semua yang diketahui mengenai belajar ditarik dari penelitian belajar yang terkait dengan anak. Begitu juga mengenai mengajar, ditarik dari pengalaman mengajar anak-anak misalnya dalam kondisi wajib hadir dan semua teori mengenai transaksi guru dan siswa didasarkan pada suatu definisi pendidikan sebagai proses pemindahan kebudayaan. Namun, orang dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya.
Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang
Pembelajaran orang dewasa akan berhasil dengan baik jika melibatkan baik fisik maupun emosionalnya. Karena itu, pelaksanaan pembelajara yang bersifat andragog sebaiknya mengikuti langkah-langkah:
a.              Menciptakan iklim belajar yang cocok untuk orang dewasa,
b.              Menciptakan struktur organisasi untuk perencanaan partisipatif,
c.               Mendiagnosa kebutuhan belajar,
d.              Merumuskan tujuan belajar,
e.              Mengembangkan rancacngan kegiatan belajar,
f.                 Melaksanakan kegiatan belajar,
g.              Mendiagnosa kembali kebutuhan belajar (evaluasi) dan mereka diperlukan sebagai teman belajar bukan seperti kedudukan antara siswa dan guru.

Melibatkan peserta belajar di dalam pembelajaran orang dewasa dilandasi oleh empat asumsi.
a.                  Konsep diri, pada prinsipnya manusia bergerak dari seorang pribadi yang bergantung kepada pihak lain kearah pribadi yang mandiri. Orang dewasa akan menolak segala perlakuan belajar yang bertentangan dengan konsep dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Karena itu, mereka harus dihargai sebagai manusia mandiri dan melibatkan di dalam setiap tahap pembelajaran mulai dari perencanaan dan evaluasi.
b.                  Pengalaman, orang dewasa memiliki banyak pengalaman yang terakumulasi di dalam setiap dirinya dan pengalaman ini dapat dijadikan sumber belajar. Pembelajaran akan lebih baik dan efektif jika senantiasa dikaitkan dengan mereka.
c.                  Kesiapan belajar, orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar yang digolongkan berdasarkan tingkat usianya. Perkembangan dan peranan sosialnya secara gradual terus menerus meningkat sesuai dengan tingkat usia. Oleh karena itu, pembelajaran harus disesuaikan dengan masa kesiapan belajar.
d.                  Orientasi belajar, orang dewasa berprespektif sesegera mungkin mengaplikasikan apa yang dipelajari. Pembelajaran diarahkan kepada keterpakaian saat ini dan menjawab masalah dan dapat memenuhi kebutuhannya, karena pembelajaran lebih bersifat fungsional dengan pendekatan pemecahan masalah.

Selain itu, pembelajaran andragogi didasarkan pula pada tiga asumsi tambahan.
a.               Orang dewasa dapat belajar, dasar kemampuan belajar orang dewasa tetap ada sepanjang hidupnya. Jika mereka tidak mampu menampilkan kemampuan belajar yang sebenarnya maka maka ada faktor penyebabnya di antaranya meleka telah lama meninggalkan belajar yang sistematik dan adanya perubahan faktor fisiologik.
b.               Belajar adalah suatu proses dari dalam yang dikontrol langsung oleh peseta sendiri dan melibatkan dirinya termasuk fungsi intelek, emosi dan fisik. Secara psikologik, belajar adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Karena itu metode dan teknik belajar yang melibatkan warga belajar secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat.
c.                Kondisi belajar dan prinsip-prinsip mengajar, di dalam pembelajaran yang bersifat andragogi, ada kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu dianut agar pembelajaran dapat dapat dicapai secara optimum.

Lalu bagaimanakah sebenarnya yang mesti kita terapkan kepada sistem pendidikan kita di Indonesia ini? Pedagogy kah? Andragogy kah? gabungan keduanyakah? atau ada alternatif lain? Kira-kira..bisakah kita membayangkan sekarang? Setelah melihat bahwa Pendidikan bukan soalan yang mudah dan tidak sesederhana itu, Bagaimanakah menurut anda? Jika di lingkungan Instansi pendidikan tidak diisi dengan orang-orang yang kompeten dengan pendidikan???!!!
Mau dibawa kemana pendidikan kita ini? Selamat merayakan Hari Pendidikan dan jadilah guru yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.

SUMBER: 
  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Andragogi 
  2. Kartini Kartono, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nsional: Beberapa Kritik Dan Sugesti, (Jakarta: Pradnya Paramtra, 1997), h. 34
  3. Enceng Mulyana,op.cit., h. 35
  4. Supriadi, “Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik)”, (http://community.um.ac.id,  17 Juni 2010, Malang)
  5. Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan?, (Bandung: Mandar Maju, 1992), h.82
  6. http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/23/teori-belajar-andragogi-dan-penerapannya/    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengalan antre BBM

SEHARUSNYA INSENTIF

ANALISA INSTRUKSIONAL