manfaat lain dari face book
selain untuk saling komunikasi dapat digunakan untuk memberikan nasehat buat marahin anak, media curah perasaan hati, dan lain-lain.
Komunikasi merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Kurang lebih 70% dari waktu bangun kita dipergunakan untuk berkomunikasi. Keberhasilan seseorang pun dapat dilihat dari keterampilannya dalam berkomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian.
Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Atau dengan kata lain, ilmu komunikasi juga berkaitan erat dengan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yaitu Psikologi. Akan tetapi, komunikasi bukanlah subdisiplin ilmu dari psikologi. Justru komunikasi dipelajari oleh disiplin-disiplin ilmu yang lain, seperti psikologi dan sosiologi.
Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan “komunikasi” itu? Ada banyak sekali definisi dari “komunikasi“. Definisi-Definisi yang timbul tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai perspektif seperti mekanistis, sosiologistis, atau psikologistis. Komunikasi sebagai aktivitas esensial manusia, memiliki makna yang benar-benar luas. Mulai dari penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme.
Sederhananya, komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang diterima oleh alat-alat indera, ke bagian otak. Informasi itu bisa berasal dari lingkungan, organisme lainnya, atau dari diri sendiri. Ditinjau dari sudut pandang ilmu Biologi, proses penyampaian informasi itu sendiri merupakan suatu proses yang teramat rumit dan kompleks. Hasil dari sinergi otak dengan berbagai alat indera dan organ-organ tubuh, serta melibatkan jutaan sel syaraf di otak dan seluruh bagian tubuh.
Tetapi, hal yang dibahas dalam psikologi adalah analisis terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Pada diri komunikan, psikologi berusaha merumuskan karakteristik pihak komunikan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Sedangkan pada pihak komunikator, psikologi menganalisa bagaimana suatu keberhasilan komunikasi komunikasi efektif bisa terjadi. Selain itu, psikologi juga menganalisis bagaimana sebuah stimulus bisa menimbulkan respons pada individu atau bagaimana suatu aktivitas komunikasi bisa menimbulkan suatu akibat.
Tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menghasilkan suatu tindakan komunikasi efektif. Atau dengan kata lain, menyampaikan apa yang ada di pikiran komunikator, agar sama dengan apa yang dipikirkan oleh pihak komunikan. Komunikasi yang efektif ini, setidaknya menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik serta tindakan.
Disinilah peranan psikologi dalam komunikasi. Selain menganalisis penyebab, dampak dll, psikologi juga berusaha menemukan apa cara yang paling baik untuk menimbulkan komunikasi efektif. Dengan mempelajari psikologi, komunikasi yang akan kita lakukan dapat dilancarkan dengan cara yang terbaik. Selain itu, dampak dari komunikasi yang dilakukan pun dapat diprediksikan.
Itulah konsep dari psikologi komunikasi. Psikologi komunikasi berusaha untuk menganalisis proses berkomunikasi antar individu atau dengan diri sendiri, dengan sejelas-jelasnya. Bila suatu komunikasi telah berhasil, maka tujuan yang ingin kita tuju pun dapat dicapai. Selain itu kepribadian yang kita miliki pun akan berkembang dengan baik.
sebagai tambahan:
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).. Ini menunjukkan dua pendekatan dalam pslkologi , sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Manakah di antara dua pendapat ini yang benar – dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspekt{f yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem, kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lainnya. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manunusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi. Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan rneningkatkan sifat mudahtersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Walaupun demikian, Manusia bukan sekadar makhluk biologis. Kalau sekadar makhluk bialogis, ia tidak berbeda dengan binatang yang lain. Kura-kura Galapagos yang hidup sejak sekian ribu tahun yang lalu bertingkah laku yang sama sekarang ini. Tetapi, perilaku orang Jawa di zaman Diponegoro.sudah jauh berbeda dengan perilaku mereka di zaman Suharto. Menurut Marvin Harris, antropolog terkenal dari University of Florida, agak sukar kita menjelaskan perubahan kultural ini pada sebab-sebab biologis (Rensberger, Dialogue, 1/1984:38). Ini hanya dapat dijelaskan dengan melihat komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktorfaktor sosiopsikologis.
Faktor faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan kornpwren konatif. Komponen yang pertama> yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan apa yang diketahui manusia. Komporten konatif adalah aspek volisional, ymg berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.
Motif Sosiogenesis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
W . I. Thomas dan Florian Znaniecki:
l. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginari untuk mendapat respons;
3. Keinginan akan pengakuati;
4. Keinginan akan rasa amab:
David McCleiland:
l . Kebutuhatt berprestasi(need for achieveinent);
2. Kebutuhan akan kasih sayaag (need for afflliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power);
Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan Fengbortik(esteent needs)
4. Kebutuhan untuk pemenuban diri (Self –actualization)
Melvin H. Marx:
1. Kebutuhan organismis
-motif ingin tahu
- motif kompetensi
- motif prestasi
2. Motif-motif social
- motif kasih sayang
- motif kekuasaan
- motif kebebasan
Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut,
1. Motif ingin tahu.
Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesui.
2. Motif kompetensi.
Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.
3. Motif cinta
Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela.
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas.
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.
5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motifmotif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.
6)Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; ingin memenuhi potensi-potensi kita. Dengan ucapan Maslow sendiri. “What a man can be, he must be.” Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk: (1) mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita’ dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif; (2) memperkaya kualitas. kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan darmawisata; (3) membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita; (4) berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan (Coleman, 1976:105).
Daftar motif secara terperinci akan disajikan pada bab 6 ketika kita membicarakan imbauan motif.
Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489): Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “Sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?”
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekadar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharap–kan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan Sherif, 1956:489). Bila sikap saya positif terhadap ilmu, saya akan setuju pada proyek-proyek pengembangan ilmu, berharap agar orang menghargai ilmu, dan menghindari orang-orang yang meremehkan ilmu.
Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang merigalami perubahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bern memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislikes.” (1970:14)
Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. Beberapa orang sarjana menganggap sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan behavioral.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai menaemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna vemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan aapas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).
dan lainnya (silahkan membaca bukunya :P hehe)
——-catatan: Artikel ini disarikan dari buku Psikologi komunikasi (Jalaludin Rakhmat)
selain untuk saling komunikasi dapat digunakan untuk memberikan nasehat buat marahin anak, media curah perasaan hati, dan lain-lain.
Komunikasi merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Kurang lebih 70% dari waktu bangun kita dipergunakan untuk berkomunikasi. Keberhasilan seseorang pun dapat dilihat dari keterampilannya dalam berkomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian.
Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Atau dengan kata lain, ilmu komunikasi juga berkaitan erat dengan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yaitu Psikologi. Akan tetapi, komunikasi bukanlah subdisiplin ilmu dari psikologi. Justru komunikasi dipelajari oleh disiplin-disiplin ilmu yang lain, seperti psikologi dan sosiologi.
Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan “komunikasi” itu? Ada banyak sekali definisi dari “komunikasi“. Definisi-Definisi yang timbul tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai perspektif seperti mekanistis, sosiologistis, atau psikologistis. Komunikasi sebagai aktivitas esensial manusia, memiliki makna yang benar-benar luas. Mulai dari penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme.
Sederhananya, komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang diterima oleh alat-alat indera, ke bagian otak. Informasi itu bisa berasal dari lingkungan, organisme lainnya, atau dari diri sendiri. Ditinjau dari sudut pandang ilmu Biologi, proses penyampaian informasi itu sendiri merupakan suatu proses yang teramat rumit dan kompleks. Hasil dari sinergi otak dengan berbagai alat indera dan organ-organ tubuh, serta melibatkan jutaan sel syaraf di otak dan seluruh bagian tubuh.
Tetapi, hal yang dibahas dalam psikologi adalah analisis terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Pada diri komunikan, psikologi berusaha merumuskan karakteristik pihak komunikan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Sedangkan pada pihak komunikator, psikologi menganalisa bagaimana suatu keberhasilan komunikasi komunikasi efektif bisa terjadi. Selain itu, psikologi juga menganalisis bagaimana sebuah stimulus bisa menimbulkan respons pada individu atau bagaimana suatu aktivitas komunikasi bisa menimbulkan suatu akibat.
Tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menghasilkan suatu tindakan komunikasi efektif. Atau dengan kata lain, menyampaikan apa yang ada di pikiran komunikator, agar sama dengan apa yang dipikirkan oleh pihak komunikan. Komunikasi yang efektif ini, setidaknya menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik serta tindakan.
Disinilah peranan psikologi dalam komunikasi. Selain menganalisis penyebab, dampak dll, psikologi juga berusaha menemukan apa cara yang paling baik untuk menimbulkan komunikasi efektif. Dengan mempelajari psikologi, komunikasi yang akan kita lakukan dapat dilancarkan dengan cara yang terbaik. Selain itu, dampak dari komunikasi yang dilakukan pun dapat diprediksikan.
Itulah konsep dari psikologi komunikasi. Psikologi komunikasi berusaha untuk menganalisis proses berkomunikasi antar individu atau dengan diri sendiri, dengan sejelas-jelasnya. Bila suatu komunikasi telah berhasil, maka tujuan yang ingin kita tuju pun dapat dicapai. Selain itu kepribadian yang kita miliki pun akan berkembang dengan baik.
sebagai tambahan:
Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar).. Ini menunjukkan dua pendekatan dalam pslkologi , sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor-faktor sosial; atau dengan istilah lain: faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor personal), dan faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (faktor environmental).
Manakah di antara dua pendapat ini yang benar – dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (person-centered perspective) dengan perspekt{f yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang benar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem, kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lainnya. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manunusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi. Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan rneningkatkan sifat mudahtersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Walaupun demikian, Manusia bukan sekadar makhluk biologis. Kalau sekadar makhluk bialogis, ia tidak berbeda dengan binatang yang lain. Kura-kura Galapagos yang hidup sejak sekian ribu tahun yang lalu bertingkah laku yang sama sekarang ini. Tetapi, perilaku orang Jawa di zaman Diponegoro.sudah jauh berbeda dengan perilaku mereka di zaman Suharto. Menurut Marvin Harris, antropolog terkenal dari University of Florida, agak sukar kita menjelaskan perubahan kultural ini pada sebab-sebab biologis (Rensberger, Dialogue, 1/1984:38). Ini hanya dapat dijelaskan dengan melihat komponen-komponen lain dari manusia; yakni faktorfaktor sosiopsikologis.
Faktor faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan kornpwren konatif. Komponen yang pertama> yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan apa yang diketahui manusia. Komporten konatif adalah aspek volisional, ymg berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.
Motif Sosiogenesis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
W . I. Thomas dan Florian Znaniecki:
l. Keinginan memperoleh pengalaman baru;
2. Keinginari untuk mendapat respons;
3. Keinginan akan pengakuati;
4. Keinginan akan rasa amab:
David McCleiland:
l . Kebutuhatt berprestasi(need for achieveinent);
2. Kebutuhan akan kasih sayaag (need for afflliation);
3. Kebutuhan berkuasa (need for power);
Abraham Maslow:
1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
3. Kebutuhan akan Fengbortik(esteent needs)
4. Kebutuhan untuk pemenuban diri (Self –actualization)
Melvin H. Marx:
1. Kebutuhan organismis
-motif ingin tahu
- motif kompetensi
- motif prestasi
2. Motif-motif social
- motif kasih sayang
- motif kekuasaan
- motif kebebasan
Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut,
1. Motif ingin tahu.
Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesui.
2. Motif kompetensi.
Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.
3. Motif cinta
Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela.
4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas.
Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.
5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motifmotif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.
6)Kebutuhan akan pemenuhan diri.
Kita bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, kita juga ingin meningkatkan kualitas kehidupan kita; ingin memenuhi potensi-potensi kita. Dengan ucapan Maslow sendiri. “What a man can be, he must be.” Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk: (1) mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita’ dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif; (2) memperkaya kualitas. kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan darmawisata; (3) membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita; (4) berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan (Coleman, 1976:105).
Daftar motif secara terperinci akan disajikan pada bab 6 ketika kita membicarakan imbauan motif.
Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489): Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “Sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?”
Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekadar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharap–kan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan Sherif, 1956:489). Bila sikap saya positif terhadap ilmu, saya akan setuju pada proyek-proyek pengembangan ilmu, berharap agar orang menghargai ilmu, dan menghindari orang-orang yang meremehkan ilmu.
Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang merigalami perubahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bern memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislikes.” (1970:14)
Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. Beberapa orang sarjana menganggap sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan behavioral.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai menaemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna vemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan aapas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).
dan lainnya (silahkan membaca bukunya :P hehe)
——-catatan: Artikel ini disarikan dari buku Psikologi komunikasi (Jalaludin Rakhmat)
Komentar