akreditasi rumah sakit


AKREDITASI RUMAH SAKIT
UPAYA MENGGAPAI MUTU PELAYANAN

Joni Rasmanto, SKM, MKES

Pemerintahan Kabupaten Merangin dari tahun 2003 berupaya mewujudkannya, mewujudkan rumah sakit daerah yang terakreditasi (jika terakreditasi, insyaallah pelayanan yang diberikan akan terstandar). Karena dalam akreditasi tersirat keharusan bahwa rumah sakit harus memiliki Pedoman-pedoman (dari semua unsur pelayanan), memiliki Standar Operating Prosedur (SOP) (juga dari semua unsur pelayanan), memiliki kebijakan-kebijakan yang juga dari semua unsur pelayanan, memiliki Term Of Reference (TOR) atau Kerangka Acuan yang diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan dari kegiatan yang diharuskan dari definisi operasional setiap standar dan setiap parameter dalam dokumen akreditasi rumah sakit.
Kini RSD Kol Abundjani Pemerintahan Kabupaten Merangin (20-22 Juni 2012) baru saja selesai melaksanakan proses bimbingan dan proses survey oleh pembimbing dan surveyor dari Komite Akreditasi Rumah Sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Semua elemen Rumah Sakit Daerah Kol Abundjani Bangko sekarang sedang menantikan hasil dari survey tersebut, apakah predikat “terakreditasi” akan menjadi nyata.

Tulisan ini mencoba membawa pembaca memahami apa itu akreditasi rumah sakit.

Dilatar belakangi oleh klausa “bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  40  ayat  (3)  Undang-Undang  Nomor  44  Tahun  2009  tentang  Rumah  Sakit  perlu menetapkan  Peraturan  Menteri   Kesehatan  tentang  Komisi  Akreditasi Rumah Sakit” yang bertugas seperti di dalam pasal-pasal dari PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 417/MENKES/PER/II/2011.
Berikutnya dalam pasal-pasal di batang tubuh menjelaskan Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit yang bertujuan:
a.    mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b.    memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c.    meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d.    memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Point b, c dan d adalah point seperti yang diisyaratkan dalam kebijakan Akreditasi Rumah Sakit.

Apa itu Akreditasi Rumah Sakit?

Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri   ini, yang dimaksud dengan:
1.    Akreditasi  rumah  sakit  adalah  pengakuan  terhadap  rumah  sakit  yang  diberikan  oleh lembaga  independen  yang  ditetapkan  oleh  Menteri,  setelah  dinilai  bahwa  rumah  sakit itu memenuhi standar pelayanan rumahsakit  yang  berlaku.
2.    Standar  pelayanan  rumah  sakit  adalah  pedoman  yang  harus  diikuti   dalam menyelenggarakan Rumah  Sakit  antara  lain  Standar  Prosedur  Operasional,  standar pelayanan medis,  dan standar asuhan keperawatan.
3.    Akreditasi adalah  penilaian  yang  dilakukan  oleh  lembaga  independen  pelaksana akreditasi  rumah  sakit  untuk  mengukur  pencapaian  dan  cara  penerapan  standar pelayanan.

Kegiatan dalam Akreditasi Rumah Sakit?
1. Persiapan organisasi
      Sebaiknya dibentuk Panitia Akreditasi, bertanggung jawab ke Direktur
      Bentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk masing-masing Bidang Pelayanan (5/12/16 bidang), untuk RSD Kol Abundjani Bangko baru pada 5 Bidang Pelayanan, sedangkan RSUP Raden Mat Taher Jambi sudah 16 Bidang Pelayanan.
      Pokja berasal dari unit terkait. Ketua Pokja bisa Ketua Unit/StafSenior. Pokja bertugas jangka panjang, Ketua Pokja sebaiknya merupakan penanggung jawab QA unit tersebut.
2. Persiapan bahan
      Siapkan instrumen akreditasi, gunakan edisi terakhir
      Siapkan dokumen2 tentang Standar, sesuai Bidang Pelayanan masing-masing.
      Panitia & Pokja mempelajari, memahami & menguasai secara rinci Instrumen Akreditasi, Dokumen standar & dokumen-dokumen penting lainnya, agar selalu ada kesamaan persepsi
3. Penyusunan SOP
      Bentuk Tim Inti (1 – 3 orang) sebagai Penyusun SOP
      Penyusunan SOP dilakukan oleh Tim Inti dibantu Staf Pokja/Unit terkait
      Gunakan format SOP yang standar
      Penomoran SOP sebaiknya sentral
      Sebaiknya dibuat daftar SOP secara sentral, dikelola oleh Panitia Akreditasi/Staf yang ditunjuk
4. Perbaikan Struktur – Proses – Hasil (Outcome)
      Pembenahan & perbaikan struktur/proses/hasil dilakukan olehPokja & unit yang bersangkutan sesuai dengan pemahaman atas standar, instrumen akreditasi, SOP dan sebagainya
      Setelah survei akreditasi, kegiatan ini tetap berjalan secara kontinu & adekuat sesuai dengan kekurangan & kelemahan yang ada, serta sesuai dengan rekomendasi surveior
5. Self Assessment
      Pembenahan & perbaikan yang dilakukan dievaluasi secara periodik secara self assessment (penilaian sendiri dengan kejujuran dan tranfparansi)
      Penilaian dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi
      Hasil: Skor dan Nilai (%) dilaporkan secara periodik kepada Direktur dan Self Assessment final dilaporkan ke KARS
      Penilaian dilakukan oleh Pokja yang bersangkutan dengan supervisi Panitia Akreditasi
      Cara lain: dilakukan penilaian secara silang, sesuatu Pokja menilai Bidang Pelayanan Pokja yang lain
      Bila Skor & Nilai tidak mencapai target, dapat dimintakan Bimbingan Akreditasi kepada KARS
6. Persiapan Hari-H Survei
      Permintaan tanggal survei kepada KARS, hari I survei agar dimulai sesudah hari Senin.
      Pada hari H-1 (Senin) dilakukan Gladi Bersih secara teliti
      Persiapkan ruangan:
-       Ruang Pertemuan Surveior & Pokja, 1 surveior 1 ruangan
-       Ruang Surveior, untuk Rapat Tim Surveior
-       Ruangan-ruangan/lokasi di unit-unit pelayanan dan siapkan para staf/petugasnya
-       Ruang Pertemuan Pleno, + alat Audiovisual
      Persiapkan usulan Jadwal Survei selama 3 hari/4 hari, diajukan kepada Ketua Tim Surveior pada hari H survey
      Persiapan Pokja :
- Petugas Presentan : 1 – 2 orang bertugas menjawab, menerangkan, mempresentasi hal-hal yang diminta Surveior. Petugas ini harus menguasai seluruh konteks Bidang Pelayanan ybs
7. Kegiatan 3-4 hari Survei
      Setiap hari: segera sesudah survei selesai, lakukan rapat Koordinasi, kumpulkan semua Pokja
      Tiap Pokja melaporkan:
-       Hasil suvei, kekurangan-kekurangan yang ditemukan Surveior
-       PR-PR yang harus diselesaikan: data-data yang harus dilengkapi, dll
-       Gambaran tentang Surveior: apa yang dikritik, yang dipuji dan sebagainya
      Sore/Malam hari itu juga selesaikan hal-hal yang didiskusikan pada Rapat Koordinasi tersebut
      Hal ini dilakukan tiap hari
Alhamdullillah semuanya telah berlangsung dengan sukses berkat dukungan kebijakan dan anggaran dari Pemerintah Daerah Kab Merangin.
Bagaimana Berikutnya?
Semua elemen Rumah Sakit Daerah Kol Abundjani Bangko seharusnya terus tetap bersemangat melaksanakan kegiatan monitoring, kegiatan evaluasi, kegiatan menyusun rekomendasi rencana tindak lanjut dan sebagainya yang kesemuanya adalah terciptanya budaya kerja yang terstandar yang telah dipedomani dengan tetap berpedoman kepada kebijakan yang berlaku yang telah disusun dan telah disepakati bersama dalam mengaplikasikannya dalam setiap pemberian asuhan medis dan atau asuhan keperawatan terhadap pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan di RSD Kol. Abundjani Bangko, di setiap saat, di setiap kesempatan.
Berlakunya peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan seharusnya membawa perilaku professional sumber daya manusia kesehatan di RSD Kol Abundjani Bangko bersikap dan bertingkah laku fungsional dengan kompetensi yang dimilikinya. Hal ini akan menemui kendala jika semua yang melekat pada SDM Kesehatan RSD tidak didukung dengan Standarisasi Peralatan Pelayanan. Berbagai unsur manajemen pelayanan seharusnya dan sebaiknya disikapi dengan upaya-upaya mewujudkannya, sebagai contoh: Ada kebijakan tentang cuci tangan steril, ditetapkan untuk dilaksanakan pada setiap asuhan kesehatan, terdapat kesediaan untuk melakukannya tetapi tidak ada “wastapel, tidak ada air mengalir, tidak ada bahan habis pakai (antiseptik), tidak ada bahan tenun (handuk), dan tidak ada pengawasan pelaksanaannya karena tidak dibentuk atau dibentuk tetapi belum ada SOP-nya, atau tidak ada honor pengawasnya” maka “kebijakan tentang cuci tangan steril” tersebut hanya baru sebatas kebijakan di atas kertas dan di hati SDM kesehatan RSD Kol. Abundjani Bangko. Akan ada akibat dari tidak dijalaninya kebijakan ini terhadap pasien dan yang akhirnya akan menyebabkan turunnya mutu pelayanan kesehatan.
Bagaimana Peran Pemerintah Daerah Kab Merangin?
Banyak peran yang diharapkan dapat diterima dan diberlakukan untuk RSD Kol. Abundjani Bangko, jika dari contoh di atas Peran Pemerintah Daerah Kab Merangin yang diharapkan adalah kebijakan berpihak untuk terselenggaranya “kebijakan tentang cuci tangan steril” dengan:
1.    Memerintahkan PDAM Kab Merangin agar air yang dialirkan ke RSD Kol. Abundjani adalah selalu mengalir 24 jam, karena cuci tangan steril dilakukan perawat, dilakukan dokter minimal 5 (lima) kali setiap asuhan yang berhubungan dengan pasien dan dengan alat-alat pelayanan. Mengapa 24 jam, karena pasien ada disetiap saat disetiapp waktu dalam sehari.
2.    Menyediakan anggaran untuk menyiapkan tempat penampungan air, pengadaan wastapel dan pemasangannya, pembangunan riol bawah tanah untuk penampungan limbah cair, pengadaan bahan tenun, pengadaan antiseptik dan honor pejabat pengawas dari kebijakan cuci tangan atau biaya monitoring dan evaluasinya. Jika mungkin ada lomba cara mencuci tangan steril yang baik dan steril yang dihargai dengan reward yang merangsang terbangunnya budaya cuci tangan steril disetiap pelaksanaan asuhan kesehatan kepada pasien.  
3.    Memerintahkan Laboratorium Kesehatan Daerah melakukan pemeriksaan E Coli pada sumber air PDAM dan produknya, dan juga sumber air di RSD Kol Abundjani. RSD pernah berinisiatip untuk melakukan pemeriksaan air cuci tangan dalam “waskom cuci tangan” pada setiap harinya pada jam 12 siang, sehubungan dengan belum adanya kebijakan maka hal itu belum dilakukan, jika dilakukan maka akan ada kebijakan yang mereformasi SOP dan Program di RSD Kol Abundjani tentang cuci tangan yang berlaku saat ini, dan jika ini dipublikasikan maka akan ada resiko yang menyertainya yang datang dari masyarakat yang mengerti tentang kualitas pelayanan atau yang menderita sebagai akibat dari tidak berkualitasnya cuci tangan yang ada di rumah sakit.
4.    Pemerintah Daerah tidak seharusnya meletakkan beban manajemen pelayanan hanya kepada rumah sakit, karena di dalam UU tentang rumah sakit, UU tentang Kesehatan, UU tentang Praktek Kedokteran dan UU tentang Farmasi dan lain sebagainya PEMERINTAH DAERAH, MANAJEMEN STRUKTURAL DAN KOMITE FUNGSIONAL RUMAHSAKIT merupakan tiga komponen yang saling bergandeng tangan mencapai tujuan manajemen pembangunan kesehatan (TIGA TUNGKU SEJERANGAN).
5.    Meningkatkan komunikasi pelayanan dengan kelompok fungsional yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dengan koridor pengayoman sumber daya manusia, bukan intimidasi dan bukan pula perintah. Karena apa, SDM ini adalah SDM dengan kompetensi ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus. Merekalah sebenarnya penggerak usaha dan upaya pelayanan rumah sakit. Merekalah sebenarnya mesin penghasil retribusi pelayanan kesehatan yang sebenarnya salah jika penghasilan ini dijadikan salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan.
6.    Pemerintah daerah berkomitment dengan peraturan perundangan yang berlaku bagi kesehatan dan berlaku bagi rumah sakit, melaksanakannya tidak dengan arogansi kedaerahan dan mensikapi akreditasi dengan mempersiapkan unsur manajemen pelayanan yang berkesesuaian dengan amanat akreditasi, yang berkesesuaian dengan PONEK, yang berkesesuaian dengan JAMPERSAL dan yang berkesesuaian dengan MDGs.
7.    Tidak membedakan fungsional kesehatan dengan fungsional guru dalam batas usia pensiun, jika memang ada kebijakan yang mengaturnya memberikan pencerahan kepada tenaga fungsional kesehatan melalui organisasi profesi atau melalui institusi yang dimana mereka berada paling dominan.
8.    Menyegerakan Badan Layanan Umum (BLU) dengan pendampingan bagi rumah sakit karena dengan BLU RSD Kol Abundjani dapat merencanakan Pembangunan Kesehatan yang strategis, yang efektif dan efisien dan dalam pengelolaannya melibatkan upaya-upaya efisiensi dengan pengawasan yang mumpuni oleh Satuan Pengawas Internal dan Komite-komite Fungsuional yang ada di rumah sakit.
Kembali ke Akreditasi.
Mulai tahun 2012 ini ada standar akreditasi baru untuk rumah sakit yang berfokus pada pasien. Standar akreditasi ini sangat berbeda dengan standar akreditasi yang digunakan saat ini. "Standar akreditasi baru atau disebut dengan versi 2012 ini terdiri dari 4 kelompok standar yang mana ada 1.048 elemen yang akan dinilai. Keempat kelompok ini sangat berbeda dengan standar yang ada sekarang (versi 2007)," yang ada standar untuk 5, 12 dan 16 bidang pelayanan yang berfokus pada provider seperti kegawatdaruratan dan rekam medis. Tapi untuk standar yang baru ini lebih berfokus pada pasien.
Berikut ini adalah 4 kelompok standar akreditasi rumah sakit yang baru yaitu:
1.    Kelompok standar yang berfokus pada pasien
2.    Manajemen rumah sakit, seperti upaya manajemen untuk memberikan support agar memberikan pelayanan yang baik pada pasien
3.    Sasaran keselamatan pasien, di Indonesia secara khusus dimasukkan untuk meningkatkan mutu pelayanan lebih baik dan keselamatan pasien. Jangan sampai pasien yang datang ke rumah sakit membawa pulang penyakit lagi.
4.    Sasaran pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).
"Surveyor akan menemui pasien, mencari bukti adanya peningkatan pelayanan mutu dan keselamatan pasien. Kalau tidak ditemukan bukti, maka surveyor tidak akan lanjut ke kebijakan dan SOP," budaya dari standarisasi yang telah disusun, dilaksanakan, di monitoring dan dievaluasi terbukti tidaknya dengan menilainya dari pasien yang di rawat, yang menerima pelayanan dari rumah sakit. Sebuah tantangan baru untuk perlu disikapi dengan kebijakan yang berpihak demi terwujudnya kwalitas pelayanan, demi terciptanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Merangin 2013.

Pemberitahuan bahwa RSD Kol Abundjani telah terakreditasi Penuh TMT 29 Juni 2012 untuk 5 bidang Pelayanan, keharusan menyiapkan 16 pelayanan membawa resiko ketersediaan anggaran yang bertambah capitalnya, apa lagi UU Rumah Sakit sudah mengharuskan RS untuk menjadi BLU dan mengaplikasikan JCI ke dalam budaya kerja dan lingkungan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dukungan pemerintah daerah selalu diharapkan karena memang ada kewajiban daerah di sana. Semoga impian jadi kenyataan.

* Penulis adalah Ketua Akreditasi RSD KOL ABUNDJANI BANGKO


ujangketul

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengalan antre BBM

SEHARUSNYA INSENTIF

ANALISA INSTRUKSIONAL